Selasa, 19 September 2017

Swafoto bersama 3 Panitia BTOPH



 KRONOLOGIS:

Pada hari Selasa, 19 September 2017, di perjalanan menuju kampus kami tercinta (r: Kesehatan Masyarakat UNSOED), kelompok kami (r: AKK BTOPH) bertemu dengan ketiga panitia BTOPH. Kami bertemu dengan ketiga panitia tersebut di lobby Kesehatan Masyarakat UNSOED yang kebetulan sedang duduk di sofa. Yang gambar pertama kami mengajak mbak Stefani yang merupakan panitia bagian Acara di BTOPH 2017, untuk yang ke 2 kelompok kami mengajak mas Samir/Amir yang merupakan panitia bagian komisi disiplin, dan yang terakhir kami mengajak mas Kinaryo untuk melakukan swafoto bersama dan beliau pun sama seperti mas Samir/Amir yang merupakan bagian dari panitia komisi disiplin.

Senin, 18 September 2017

Andi Muhammad (Tokoh Kesehatan Indonesia)

Andi Muhammad atau yang lebih akrab dipanggil Haji Andi Muhammad (lahir di SolokSumatera Barat) adalah seorang pakar obat herbal dan tokoh spiritual Indonesia. Ia dikenal sebagai seorang herbalis yang meramu berbagai tumbuh-tumbuhan yang ada di Indonesia untuk dijadikan penawar bagi penyakit yang sulit disembuhkan.[1] Dengan produk herbal-nya yang bernama Akar Pinang, ia sering tampil dalam acara tentang kesehatan di beberapa TV swasta nasional.[2]
Andi Muhammad
Andi Muhammad.jpg
LahirBendera Indonesia SolokSumatera BaratIndonesia
KebangsaanBendera Indonesia Indonesia
PekerjaanPakar Herbal & Pengusaha
AgamaIslam
Disamping sebagai herbalis, ia juga dikenal sebagai tokoh spiritual yang sering dimintai jasanya oleh tokoh terkenal, baik pejabat maupun para artis.[3]
Kegiatan Haji Andi telah berkembang sedemikian rupa, sehingga praktik pengobatannya tidak hanya di Jakarta, bahkan ia juga berpraktik di DenpasarBali dan beberapa daerah lainnya serta di luar negeri.

Minggu, 17 September 2017

REVIEW BTOPH 2017

REVIEW BTOPH 2017
1.       MIRACLE
MIRACLE merupakan suatu visi untuk lulusan jurusan Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan, Universitas Jenderal Soedirman. Visi ini disampaikan oleh Bapak Budi Aji yang merupakan salah satu dosen di jurusan Kesehatan Masyarakat. Miracle sendiri didalam Bahasa Inggris jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia artinya yaitu “keajaiban”. Namun untuk hal MIRACLE disini yaitu sebuah singkatan, dan kepanjangannya menyangkut 7 point sesuai dengan jumlah kata tersebut.
Seorang mahasiswa harus mempunyai tiga kompetensi jika mereka sudah mendapatkan suatu gelar “sarjana”. Diantaranya yaitu
a.       Computer Literacy
Computer Literacy atau Komputer Literasi yaitu suatu proses tahapan yang harus dilakukan oleh seorang sarjana baru dalam menggunakan komputer dan teknologi dengan baik dan benar, juga di dalam point ini dijelaskannya sebagai sarjana baru harus bisa memikirkan problema solving atau pemecahan sendiri.
b.      Crictical System Thinking
Crictical System Thinking biasa juga disebut dengan berpikir kritis, berpikir kritis pada dasarnya datang dari dalam diri seseorang, mengembangkan cara berpikir kritis dapat membantu seseorang untuk menjadi pribadi yang tidak gegabah dan mengambil keputusan maupun mencari penyelesaian suatu masalah. Karena dalam berpikir kritis seseorang selalu berpikir dengan kepala dingin, tidak mendahulukan emosi dibandingkan logika, selalu berpikir tentang segala kemungkinan yang terjadi dan selalu siap dengan apa yang harus dihadapi dan menanggung resikonya. Karena dari itu kompetensi ini dibutuhkan untuk sarjana baru.
c.       Ability to Serve
Kemampuan ini sangat dibutuhkan untuk sarjana baru dalam dunia kerja, khususnya sarjana kesehatan masyarakat. Dalam point ini dijelaskan bahwa kita sebagai sarjana kesehatan masyrakat harus memiliki kemampuan untuk melayani dengan baik agar tetap bertahan di dalam pekerjaan.
Selain itu juga, hal yang di perhatikan dalam pertama kali untuk sarjana baru yaitu
a.       Positive Energy and Respect People
Kita harus senantiasa menyebarkan energi positif dan menghargai orang seperti menghargai atasan / bos, serta juga dalam menyebarkan energi positif berarti kita harus selalu bersenyum, bisa memotivasi yang lain, dll.
b.      Output Oriented
c.       Taat terhadap aturan dan mampu melaksanakan tugas
Tentu untuk point yang terakhir ini sangat berguna, karena dengan taat terhadap aturan serta mampu melaksanakan tugas maka atasan pun akan senang dengan kita sebagai pekerja baru. Adapula tiga point tambahan bagi first time job seeker atau orang yang mencari pekerjaan
a.       No working experience atau bisa disebut juga orang yang tidak memiliki pengalaman pun akan sangat tidak memungkinkan untuk bisa “survive” di dunia pekerjaan.
b.      Limited ability in human relations, tipe seperti ini akan kesusahan dalam mencari pekerjaan, karena didalam kehidupan kita harus mempunyai banyak relasi agar memudahkan dalam pekerjaan.
c.       Low Professional Competence, yaitu orang yang tidak professional dalam mengerjakan suatu tugas pekerjaannya.
Kembali lagi ke topik MIRACLE yang merupakan visi utama dari lulusan jurusan kesehatan masyarakat yang diharapkan mampu bersaing di dunia pekerjaan. MIRACLE sendiri kepanjangannya adalah
1)      M = Manager, seorang lulusan kesehatan masyarakat berprospek untuk bisa menjadi manager di Instansi milik Negara maupun swasta.
2)      I = Innovator, seorang lulusan kesehatan masyarakat bisa juga sebagai innovator atau orang yang menginovasi / membuat inovasi terbaru di bidang kesehatan.
3)      R = Researcher, atau artinya yaitu sebagai peneliti.
4)      A = Apprenticer, atau yang artinya magang, pemagang.
5)      C = Communitarian, lulusan kesehatan masyarakat juga bisa menjadi seorang pembicara yang ahli dalam bidang kesehatan.
6)      L = Leader, atau artinya pemimpin
7)      E = Educator, atau bisa menjadi pengedukasi ke masyarakat.
Sebagai mahasiswa harus mampu menjadi Agent of Change atau agen perubahan, guna membuat masyarakat Indonesia lebih baik lagi dan dapat menjadi awal perubahan bangsa Indonesia ke arah yang lebih baik.
2.       Pengabdian Mahasiswa Baru / Pemberdayaan Penyuluhan Masyarakat
Dalam materi ini disampaikan oleh pemateri bernama mas Raditya Pradipta jurusan Kesehatan Masyarakat angkatan 2007. Disini kita lebih dikenalkan tata cara serta beberapa tips untuk melakuakan pemberdayaan dan penyuluhuan ke masyarakat. Hal ini sangat perlu dilakukan karena sesuai dengan nama jurusan kita tercinta ini yaitu Kesehatan Masyarakat, yang berarti kita harus turun dan mendengarkan keluh kesah tentang kesehatan di lingkungan masyarakat, baik pedesaan maupun perkotaan.
Dalam pemberdayaan ke masyarakat, tidak bisa langsung semena-mena melakukannya. Ada beberapa tahapan yang harus dilaksanakan diantaranya yaitu
Penyuluhan serta Promosi Kesehatan
Untuk dalam point ini harus dilakukannya penyadaran terhadap masyarakat. Kita harus bisa memberikan keseadaaran kepada masyarakat tentang tata cara menjaga kesehatan untuk mereka yang bermanfaat agar mereka mendapat pengetahuan dan gambaran bahwa sehat itu penting. Sebelum melakukan hal penyadaran ke masyarakat, masyarakat perlu di berikan motivasi dan kepercayaan diri agar masyarakat tersadar akan pentingnya kesehatan itu. Usaha Preventif harus dibudayakan daripada Kuratif.
Selain usaha penyadaran juga diperlukan peningkatan kemampuan. Masyarakat perlu di tingkatkan kemampuan dalam kesehatan, seperti diberikannya pengetahuan yang lebih rinci dengan bahasa yang kita dan mereka mengerti, keterampilan dalam menanggulangi serta mencegah datangnya wabah penyakit dengan media promosi dll, dan perilaku. Memang agak susah mengubah suatu budaya, seperti kebiasaan orang buang air besar di jamban umum, perilaku tersebut harusnya diubah dengan menggunakan toilet / wc yang ada di rumah masing-masing. Karena jika perilaku tersebut diterapkan, jumlah penderita demam berdarah akan meningkat di suatu daerah tersebut, untuk itu perilaku sangat perlu dibenahi atau diatur atau juga bisa dengan diubah.
Setelah 2 point yang tadi telah dilaksanakan baru meloncat ke pemberdayaan. Di dalam pemberdayaan harus ada partisipasi dari masyarakatnya itu sendiri serta tenaga kesehatannya, karena jika tidak ada kedua peran tersebut tidak akan terlaksananya pemberdayaan, serta kita pula harus menemukan pemecahan masalah dalam kegiatan promosi dan penyuluhan kesehatan.
Prinsip dalam penyuluhan dan promosi kesehatan itu terus berputar dari Community Development ke Community Organizer. Community Development itu sendiri yaitu pengembangan komunitas oleh pihak tenaga kesehatan, seperti masyarakat diberi edukasi tentang kesehatan, sedangkan untuk Community Organizer yaitu lebih ke organisir di dalam komunitasnya, semisal dibentuk suatu panitia didalam komunitas, dan panitia tersebut diberi edukasi lalu panitia tersebut menyebarkannya ke anggota-anggota komunitas lainnya.
Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam penyuluhan dan promosi kesehatan diantararnya yaitu melakukan persiapan lalu pengkajian suatu masalah yang akan dibawa, lalu perencanaan kemudian pelaksanaan ke lingkungan masyarakatnya, terakhir dilakukannya monitoring serta evaluasi dari penyuluhan tersebut.
Masyarakat masih bingung antara kebutuhan dan harapan, contohnya di suatu desa, orang X mengharapkan keluarga X tersebut selalu sehat serta terhindar dari demam berdarah yang disebabkan kebiasaan buang air besar di jamban umum, tetapi ia tidak tau kebutuhan apa yang harus dipenuhi agar harapan tersebut dapat terlaksan. Untuk itu seharusnya si X tersebut membeli kloset sendiri di rumahnya agar terhindar dari penyakit tersebut.
Untuk itu masalah masalah yang sering dijumpai dalam kegiatan penyuluhan dan promosi kesehatan ini diantarnya belum terintegrasi, maksud dari belum terintegrasi yaitu bahwa masyarakat belum sadar bahwa kesehatan itu penting. Yang kedua adalah banyak kegiatan charity, ketiga yaitu ego sektoral yang artinya masih lebih penting kepentingan pribadi seperti cicilan motor, dsbnya. Serta yang terakhir yaitu partisipasi pihak ke 3 yang masih kurang, seperti toko material yang masih belum mau ikut bekerja sama dalam kegiatan menerapkan jamban sehat.
Untuk melakukan kegiatan promosi serta penyuluhan kesehatan yang pertama kali harus dilihat yaitu kenali dulu sasaran yang akan dilakukan kegiatannya, lalu kuasai dulu materi yang akan di sampaikan, yang terakhir rencanakan kegiatannya.
3.       Advokasi
Materi terkahir ini disampaikan oleh mas Rizki B Aritonang atau yang lebih dikenal dengan sebutan mas Kibe dan mas mba SCPJ. Advokasi adalah aksi strategis yang ditujukan untuk menciptakan kebijakan publik yang bermanfaat bagi masyarakat atau mencegah munculnya kebijakan yang diperkirakan merugikan masyarakat. Advokasi terdiri atas sejumlah tindakan yang dirancang untuk menarik perhatian masyarakat pada suatu isu, dan mengontrol para pengambil kebijakan untuk mencari solusinya. Advokasi itu juga berisi aktifitas-aktifitas legal dan politis yang dapat mempengaruhi bentuk dan praktik penerapan hukum. Inisiatif untuk melakukan advokasi perlu diorganisir, digagas secara strategis, didukung informasi, komunikasi, pendekatan, serta mobilisasi.
Di dalam kegiatan kampus advokasi sangat berkaitan dengan isu-isu kampus seperti mengenai masalah uang kuliah tunggal semester akhir untuk di Universitas Jenderal Soedirman, lalu masalah yang sangat menyebar yaitu jalan menuju ke fakultas ilmu-ilmu kesehatan yang banyak sekali terlihat “kolam ikan” pada saat musim hujan tentunya. Advokasi juga bisa disebut dengan pembelaaan.
Seseorang yang ingin menjadi bagian dari advokasi, orangnya harus peka terhadap isu-isu yang ada di sekitar kampus, serta harus selalu tahu tata cara advokasi yang benar, sebab advokasi ada tahapan-tahapannya.
Untuk tahapan-tahapannya sendiri yaitu dimulai dari Kajian, di dalam kajian ini harus lengkap dan dikuatkan dengan argumen-argumen yang kuat guna gampang untuk melanjutkan ke tahap berikutnya. Biasanya kajian ini mengenai isu kampus. Semisalnya pada saat isu kawasan tanpa asap rokok atau sering biasa disingkat KTR yang akan diterapkan di seluruh wilayah kampus UNSOED, maka dari itu kajiannya harus lengkap seperti apa saja dasar-dasarnya, serta landasan hukum dan lain-lain
Setelah selesai mengkaji lalu masuk ke tahapan lobbying atau lobbying ini menyampaikan pendapat terhadap pimpinan birokrat atau rektor atau bisa pula wakil rektor, dalam penyampaian pendapat ini kita menyampaikan pendapat dari hasil kajian yang telah dibahas, namun juga dilakukan dengan cara yang sopan santun. Jika tahapan ini tetap ditolak lanjut ke tahapan berikutnya
Lalu tahapan berikutnya yaitu Audiensi, untuk audiensi sendiri biasanya ada perwakilan dari setiap orang, sama seperti lobbying, audiensi juga penyampaian pendapat juga, serta menguatkan argumen, di dalam audiensi biasanya ada perwakilannya untuk menghadap langsung dan membuat kesepakatan. Kesepakatan tersebut bisa membuat suatu advokasi kita disetujui atau bisa juga di gagalkan kembali. Jika gagal tahapan ini lanjut ke tahapan berikutnya.
Tahapan terakhir yaitu aksi, dalam aksi biasanya dilakukan longmarch atau perjalanan yang jauh, misalnya dari titik A ke titik B, selain itu juga bisa dilakukannya dengan teatrikal atau drama musikal, atau bisa pula dengan flashmob. Dalam tahapan aksi ini biasanya dibagi-bagi, ada yang bertugas sebagai korlap atau Koordinator Lapangan yang bertugas mengawasi lajunya aksi agar para aksi tersebut tidak terpecah atau tersebar kemana-mana dari kawanannya, selain itu juga ada orator yang bertugas sebagai pembakar semangat aksi, dan yang terakhir ada tim kreatif yang memikirkan apa yang harus dilakukan ketika aksi, seperti pementasan teatrikan atau drama musikal, atau bisa juga seperti menampilkan gerakan-gerakan flashmob.

Seperti itulah penjelasan mengenai ketiga materi review BTOPH 2017.

Sabtu, 16 September 2017

Analisis Sif Kerja, Masa Kerja, dan Budaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja dengan Fungsi Paru Pekerja Tambang Batu Bara

Artikel Penelitian
24
Korespondensi: Qomariyatus Sholihah, Departemen K3 IKM FK Universitas
Lambung Mangkurat, Jl. A. Yani Km 36,3 Banjarbaru 70714 Kalimantan
Selatan, No. Telp: 05114772747, email: qoqom_kuncoro@yahoo.co.nz
Abstrak
Penambangan batu bara merupakan salah satu sumber pencemaran udara
berupa partikel debu batu bara yang dapat mengganggu kesehatan pernapasan bila terhirup manusia. Risiko kerja yang sering terjadi dapat berasal
dari faktor pekerjaan atau perilaku pekerja sendiri, di antaranya sif kerja dan
masa kerja. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan sif kerja, masa kerja, dan budaya keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dengan
fungsi paru pekerja tambang batu bara. Penelitian ini merupakan desain kasus kontrol dengan jumlah masing-masing sampel untuk kasus dan kontrol
sebesar 178 responden. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober -
November 2014 di PT. X Kalimantan Selatan. Hasil penelitian berdasarkan
uji kai kuadratdidapatkan nilai p = 0,044 untuk sif kerja, 0,028 untuk masa
kerja, dan 0,013 untuk budaya K3. Berdasarkan hasil uji regresi logistik, didapatkan nilai p sif kerja 0,01 dengan OR = 3,934. Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara sif kerja dengan fungsi paru, dan tidak terdapat hubungan antara masa kerja dan budaya K3 dengan fungsi paru. Sif
kerja merupakan variabel independen yang paling dominan memengaruhi
fungsi paru.
Kata kunci: Fungsi paru, keselamatan dan kesehatan kerja, masa kerja, sif
kerja
Abstract
Coal mining is one source of air pollution caused in form of coal dust particle that may interfere with health of breathing if inhaled by human.
Occupational risks often occurred may come from occupational factor or
worker’s behavior itself, ones of which are work shift and work period. This
study aimed to determine relations of work shift, work period and occupational health and safety (OHS) culture with lung function of coal mining
worker. This study was control case design with each amount of sample for
case and control was 178 respondents. The study was conducted on
October – November 2014 at PT X in South Kalimantan. Results based on
chi-square test showed p value = 0.044 for work shift, 0.028 for working period and 0.013 for OHS culture. Based on logistic regression test results, p
value for work shift was 0.01 with OR = 3.934. As a conclusion, there is a
relation between work shift with lung function and no relation between working period and OHS culture with lung function. Work shift is an independent
variable most dominantly influencing the lung function.
Keywords: Lung function, occupational health and safety, working period,
work shift
Pendahuluan
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan
suatu upaya untuk menciptakan suasana bekerja yang
aman, nyaman, dan tujuan akhirnya adalah menciptakan
produktivitas setinggi-tingginya. K3 mutlak untuk dilaksanakan pada setiap jenis bidang pekerjaan tanpa kecuali.
Pelaksanaan K3 dapat mengurangi kecelakaan kerja sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas
kerja.1
Penambangan batu bara merupakan salah satu sumber pencemaran udara yang dihasilkan dari partikel debu
batu bara. Partikel debu tersebut dapat menyebabkan
gangguan pernapasan bila terhirup manusia. Risiko kerja yang sering terjadi dan banyak menimbulkan kerugian
adalah penyakit paru kerja yang timbul akibat pajanan
debu batu bara dalam jangka waktu lama, yaitu
pnemokoniosis, bronkitis kronis, dan asma kerja.2,3
Setiap tahun di seluruh dunia, dua juta orang mengalami penyakit akibat kerja. Dari jumlah tersebut, terdapat 40.000 kasus baru pneumokoniosis.Menurut
Analisis Sif Kerja, Masa Kerja, dan Budaya Keselamatan
dan Kesehatan Kerja dengan Fungsi Paru Pekerja
Tambang Batu Bara
Analysis of Work Shift, Working Period, and Occupational Health and
Safety Culture with Lung Function of Coal Mine Workers
Qomariyatus Sholihah*, Aprizal Satria Hanafi**, Wanti***, Ahmad Alim Bachri****, Sutarto Hadi*****
*Departemen K3 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Lambung Mangkurat, Indonesia,
**Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Lambung Mangkurat, Indonesia,
***Politeknik Kesehatan Kupang, Indonesia, ****Fakultas Ekonomi, Universitas Lambung Mangkurat, Indonesia,
*****Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lambung Mangkurat, Indonesia
25
International Labor Organization (ILO) tahun 2013,
2,34 juta orang meninggal setiap tahunnya karena
penyakit akibat kerja. Di Jepang, pada tahun 2011, salah
satu penyakit akibat kerja yang paling besar angkanya
adalah pneumokoniasis, sama halnya dengan di Inggris.5
Angka sakit di Indonesia mencapai 70% dari pekerja
yang terpapar debu tinggi. Sebagian besar penyakit paru
akibat kerja memiliki akibat yang serius, yaitu terjadinya
gangguan fungsi paru dengan gejala utama yaitu sesak
napas.6
Kejadian penyakit akibat kerja tersebut diperkirakan
akibat dari faktor ekstrinsik seperti faktor lingkungan
dan faktor perusahaan serta faktor intrinstik seperti perilaku, sikap, dan kedisiplinan.Penerapan implementasi
program K3 akan memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap peningkatan produktivitas kerja.8
Salah satu faktor yang menyebabkan gangguan fungsi
paru adalah sif kerja. Pekerja tambang batu bara memiliki waktu sif siang (pagi, siang, sore) dan sif malam.
Permasalahan lebih banyak terjadi pada pekerja sif
malam karena irama faal tubuh manusia yang tidak dapat menyesuaikan kerja malam dan tidur.Kerja sif
malam merupakan sistem yang berlawanan dengan irama
sirkadian. Kelainan pola tidur sebagai salah satu bentuk
gangguan irama sirkadian yang dialami pekerja sif memiliki konsekuensi patologis berupa peningkatan kadar
sitokin proinflamasi dalam darah karena penurunan sistem kekebalan dan antioksidan dalam tubuh.10
Penyakit pernapasan tidak hanya disebabkan oleh
debu saja, melainkan dari karakteristik individu seperti
masa kerja yang terkait dengan tingkat pajanan. Masa
kerja penting diketahui untuk melihat lamanya seseorang telah terpajan dengan debu lingkungan. Selain itu,
kebiasaan merokok juga merupakan salah satu kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan pekerja. Seorang perokok memiliki risiko kematian 20 kali
lebih besar akibat kanker paru dibandingkan yang
bukan perokok.11 Seseorang yang semakin lama bekerja pada tempat yang mengandung debu, akan semakin
tinggi risiko untuk terkena gangguan kesehatan, terutama gangguan saluran pernapasan.12 Penelitian yang dilakukan pada pekerja tambang batu bara di Kalimantan
Timur tahun 2012 diperoleh sebanyak 45,1% yang
mengalami gangguan fungsi paru obstruktif dengan
masa kerja > 5 tahun dan 16,7% yang masa kerjanya <
5 tahun.13 Menurut Kaligis,implementasi program K3
akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
peningkatan produktivitas kerja. Impelementasi K3
mampu mengurangi angka kecelakaan kerja sehingga
pekerja dapat bekerja dengan lebih baik dan mengurangi angka absensi kerja akibat kecelakaan kerja atau
penyakit akibat kerja.
Berdasarkan data yang diperoleh dari audit internal
PT X tahun 2014, kadar debu di bagian produksi mencapai 4,8 mg/m3. Sedangkan menurut National Institute
of Occupational Safety and Health (NIOSH) tahun 2011,
nilai ambang batas untuk debu batu bara adalah 2
mg/m3. Debu tersebut akan meningkatkan risiko gangguan paru pada pekerja tambang. Semakin lama seorang
pekerja terpajan, maka risiko gangguan paru akan semakin meningkat jika tidak disertai dengan penerapan
K3 yang baik.14
Berdasarkan hasil data klinik di PT X didapatkan
penyakit pekerja adalah sesak napas, common cold, dan
flu. Penelitian tentang kesehatan pekerja di tambang batu
bara PT X perlu dilakukan agar dapat diketahui penyebab keluhan pekerja dan diharapkan dapat meminimalkan penyakit akibat kerja dan tujuan akhirnya dapat
meningkatkan produktivitas pekerja. Tujuan umum
penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan sif kerja, masa kerja, dan budaya K3 dengan fungsi paru pekerja tambang batu bara di PT X.
Metode
Desain studi yang digunakan pada penelitian ini
adalah kasus kontrol untuk mengamati variabel dependen, yaitu gangguan fungsi paru dan variabel independen, yaitu sif kerja, masa kerja, dan budaya K3. Pada
penelitian ini digunakan perbandingan kasus dan kontrol
adalah 1 : 1 sehingga jumlah kontrol sebanyak 178 orang.
Maka, jumlah sampel yang dibutuhkan pada penelitian
ini adalah 356 orang. Sampel diambil menggunakan
teknik simple random sampling. Sampel kelompok kasus
adalah seluruh pekerja tambang batu bara PT X bagian
produksi yang berjumlah 178 orang, sedangkan sampel
kelompok kontrol adalah karyawan bagian manajemen
kantor berjumlah 178 orang.
Instrumen dalam penelitian ini adalah lembar isian
(data identitas dan kuesioner) dengan disertai persetujuan menjadi subjek penelitian, alat uji fungsi paru
(Spirometri) merek BLT-08 Spiro Pro Meter® dan
mouthpiece, timbangan berat badan untuk mengukur berat badan, dan meteran untuk mengukur tinggi badan.
Pengukuran menggunakan instrumen didampingi oleh
petugas medis dari pihak perusahaan. Kuesioner
dibagikan kepada responden untuk mengukur budaya K3
responden, kemudian fungsi paru responden diukur dengan menggunakan spirometri dan mouthpiece. Hasil
dikatakan normal jika besar volume udara yang dikeluarkan dalam satu detik pertama ≥ 80% dari kapasitas
fungsi paru dan dikatakan tidak normal jika < 80% dari
kapasitas fungsi paru. Sedangkan lembar isian digunakan
untuk mengetahui sif kerja dan masa kerja. Data dianalisis menggunakan uji kai kuadrat dengan alpha 95%, kemudian dilanjutkan dengan analisis regresi logistik untuk
analisis multivariat dengan variabel sif kerja, masa kerja,
dan budaya K3. Penelitian ini dilakukan pada bulan
Oktober – November 2014 di PT X.
Sholihah, Hanafi, Wanti, Bachri, Hadi, Analisis Sif Kerja, Masa Kerja, dan Budaya K3 dengan Fungsi Paru
Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 10, No. 1, Agustus 2015
26
fungsi paru pekerja tambang batu bara sif siang ada yang
mengalami penurunan kapasitas fungsi paru di bawah nilai normal, yaitu FEV1 80%. Hal ini sesuai dengan
penelitian Hendryx and Melissa,15 membuktikan bahwa
risiko tinggi pekerja tambang batu bara terhadap terjadinya inflamasi yang menyebabkan risiko gangguan
fungsi paru. Dibuktikan oleh penelitian Sari Mumuya,16
pada tahun 2006 terhadap 299 laki-laki pekerja tambang
batu bara sif siang di Tanzania dengan nilai p = 0,04 (nilai p < 0,05) menunjukkan bahwa risiko bekerja di daerah pertambangan batu bara dapat menurunkan nilai
FEV1% 80.
Berdasarkan data yang diperoleh, terdapat nilai kapasitas fungsi paru pekerja tambang batu bara sif malam
mengalami penurunan dibandingkan sif siang. Penurunan
kapasitas fungsi paru lebih banyak ditemukan pada
pekerja tambang batu bara sif malam. Sif malam menunjukkan penurunan FEV1%, Vmax50, Vmax25 lebih besar dibandingkan dengan sif pagi dan sif siang. Menurut
Zheng,10 sif malam merupakan sistem yang berlawanan
dengan ritme sirkadian. Kelainan pola tidur sebagai salah
satu bentuk gangguan ritme sirkadian yang dialami
pekerja sif memiliki konsekuensi patologis berupa peningkatan kadar sitokin proinflamasi dalam darah karena penurunan sistem kekebalan dan antioksidan dalam
tubuh. Hal ini didukung oleh penelitian Sholihah,17
Hasil
Hasil distribusi sif kerja, masa kerja, budaya K3 dan
fungsi paru pada pekerja tambang di PT X sinergi pada
Tabel 1. Tabel 1 memaparkan hasil berdasarkan analisis
univariat untuk mendapatkan distribusi fekuensi dari
masing-masing variabel independen (sif kerja, masa kerja, dan budaya K3) dan variabel dependen (gangguan
fungsi paru). Hasil penelitian menunjukkan kasus fungsi
paru tidak normal sebesar 57,9% meliputi obstruktif, restruktif maupun keduanya.
Tabel 2 menunjukkan hubungan antarvariabel independen dengan variabel dependen. Seluruh variabel
meliputi sif dan masa kerja, serta budaya 3 memiliki
hubungan yang bermakna secara statistik dengan nilai p
< 0,05. Variabel bebas yang berhubungan dengan variabel terikat (variabel sif kerja, masa kerja, dan budaya
K3) bersama dimasukkan dalam perhitungan uji regresi
logistik metode Enter. Sif kerja merupakan variabel bebas yang berpengaruh paling dominan dengan fungsi
paru (Tabel 3).
Pembahasan
Hasil penelitian dengan menggunakan uji kai kuadrat
menunjukkan terdapat hubungan antara sif kerja dan
fungsi paru pekerja tambang batu bara dikarenakan nilai
p < 0,05. Dalam penelitian ini, terdapat bahwa kapasitas
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Kasus dan Kontrol Berdasarkan Variabel Independen
Variabel Kategori Kasus Kontrol Total
Sif kerja Siang 98 (55,1%) 141 (79,2%) 239 (67,1%)
Malam 80 (44,9%) 37 (20,8%) 117 (32,9%)
Masa kerja <5 Tahun 118 (66,3%) 43 (24,2%) 161 (45,2%)
5 Tahun 60 (33,7%) 135 (75,8%) 195 (54,8%)
Budaya K3 Positif 108 (60,1%) 172 (96,6%) 280 (78,7%)
Negatif 70 (39,9%) 6 (3,4%) 76 (21,3%)
Fungsi paru Normal 75 (42,1%) 163 (91,6%) 238 (66,9%)
Tidak normal (obstruktif, 103 (57,9%) 15 (8,4%) 118 (33,1%)
restruktif, campuran)
Tabel 2. Analisis Bivariat Variabel Independen dengan Fungsi Paru
Variabel Kategori Kasus Kontrol Total OR 95% CI Nilai p
Sif kerja Siang 98 (55,1%) 141 (79,2%) 239 (67,1%) 6,326 0,044
Malam 80 (44,9%) 37 (20,8%) 117 (32,9%) 1,829-21,001
Masa kerja < 5 Tahun 118 (66,3%) 43 (24,2%) 161 (45,2%) 4,82 0,028
≥ 5 Tahun 60 (33,7%) 135 (75,8%) 195 (54,8%) 1,743-13,239
Budaya K3 Positif 108 (60,1%) 172 (96,6%) 280 (78,7%) 5,532 0,013
Negatif 70 (39,9%) 6 (3,4%) 76 (21,3%)
Tabel 3. Hasil Uji Multivariat Fungsi Paru
95% CI for EXP (B)
Variabel Bebas B Wald Sig Exp (B)
Lower Upper
Sif kerja 1,360 7,074 0,01 3,934 1,453 2,864
Masa kerja 0,893 2,899 0,076 2,454 0,786 7,567
Budaya K3 1,006 6,655 0,081 2,675 0,965 6,654
27
membuktikan bahwa dinding alveoli tikus wistar yang
dikondisikan sif malam mengalami penebalan lebih signifikan dibandingkan sif siang. Penurunan kapasitas
fungsi paru dapat disebabkan kondisi fisik individu
pekerja yang meliputi mekanisme pertahanan paru,
anatomi dan fisiologi saluran pernapasan serta faktor
imunologis.18 Dibuktikan oleh penelitian Siyoum,19 pada tahun 2014 di Etiopia dengan nilai p = 0,001 yang
menjelaskan bahwa gejala gangguan fungsi paru terjadi
lebih banyak pada pekerja sif malam dibandingkan dengan sif lainnya.
Hasil penelitian dengan menggunakan uji kai kuadrat
menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara masa
kerja dan fungsi paru pekerja tambang batu bara, dikarenakan nilai p > 0,05. Penelitian ini tidak sejalan dengan
penelitian Puspita dkk,20 mengenai pengaruh paparan
debu batu bara terhadap gangguan faal paru. Hasil analisis faktor risikonya menunjukkan bahwa masa kerja tidak
memiliki hubungan terhadap kejadian gangguan faal
paru. Dalam penelitian Baharuddin dkk,21 masa kerja 2
- 7 tahun dan 8 - 13 tahun juga tidak memiliki hubungan
dengan gangguan fungsi paru, baru pada masa kerja 14 -
20 tahun mulai terdapat hubungan dengan gangguan
fungsi paru. Beberapa penelitian melaporkan bahwa di
negara yang telah memiliki nilai ambang batas debu,
pneumokoniosis pada penambang batu bara biasanya
terjadi pada individu yang telah bekerja selama > 10
tahun atau paling sedikit 5 - 10 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat bukti yang signifikan antara masa
kerja dengan fungsi paru. Jika masa kerja berhubungan,
diperlukan waktu paparan yang cukup lama untuk dapat
menimbulkan kelainan pada faal paru. Jumlah total suatu
zat yang diabsorsi di paru-paru bukan hanya tergantung
pada lamanya seseorang terpapar dengan debu saja, namun perlu diperhitungkan sifat-sifat kimia dan fisik dari
debu itu sendiri yang terhirup oleh pekerja.22
Penurunan fungsi paru tidak hanya disebabkan oleh
faktor pekerjaan maupun lingkungan kerja, tetapi juga
terdapat sejumlah faktor nonpekerjaan yang dapat menjadi faktor yang memengaruhi maupun menjadi variabel
pengganggu. Hal-hal yang dapat memengaruhi seperti
usia, jenis kelamin, kelompok etnis, tinggi badan, kebiasaan merokok, suhu lingkungan, penggunaan alat pelindung diri, metode pengolahan serta jumlah jam kerja/jam
giliran kerja (sif kerja).23
Faktor lain dalam penelitian ini yang menyebabkan
masa kerja menjadi tidak berhubungan dengan fungsi
paru adalah kadar debu. Pada penelitian ini, kadar debu
batu bara merupakan faktor pengganggu yang tidak dapat dikendalikan karena setiap hari semua pekerja tambang batu bara di bagian produksi berkontak langsung
dengan debu batu bara.
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan
antara budaya K3 dan fungsi paru pekerja tambang batu
bara dikarenakan nilai p > 0,05. Penelitian ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Duma
dkk,yang mendesain modul menuju selamat sehat sebagai metode dan media penyuluhan K3 yang efektif
meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku K3 (budaya K3) serta tenaga kerja inovatif dalam pengendalian
gangguan kesehatan. Hasil penelitian menyatakan penyuluhan K3 dalam penerapannya selama satu tahun efektif
meningkatkan pengetahuan dan sikap budaya K3, namun belum efektif meningkatkan kesehatan pekerja.
Berdasarkan hasil observasi di PT X, Rantau, Kalimantan
Selatan, nilai ambang batas debu tidak diketahui.
Manajemen perusahaan tambang batu bara hanya menyatakan secara lisan bahwa nilai ambang batas debu dalam
keadaan normal.24 Kadar debu lebih dari 350 mg/m3
udara/hari (OR = 2,8; 95% CI = 1,8 - 9,9) merupakan
salah satu faktor intrinsik yang terbukti berhubungan
dengan penurunan kapasitas paru.6
Berdasarkan kepustakaan, debu yang berukuran antara 5 - 10 mikron bila terhisap akan tertahan dan tertimbun pada saluran napas bagian atas, yang berukuran
antara 3 - 5 mikron tertahan atau tertimbun pada saluran
napas tengah. Partikel debu dengan ukuran 1 - 3 mikron
disebut debu respirabel merupakan yang paling berbahaya karena tertahan atau tertimbun mulai dari bronkiolus terminalis sampai alveoli.25
Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan sif
kerja, masa kerja, dan budaya K3 dengan fungsi paru
pekerja tambang batu bara PT X di Kalimantan Selatan.
Daftar Pustaka
1. Duma K, Husodo AH, Soebijanto, Maurits LS. Modul menuju selamat
sehat: inovasi penyuluhan kesehatan dan kesehatan kerja dalam
pengendalian kelelahan kerja. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan.
2011; 14 (4): 213-23.
2. Rikmiarif DE, Pawenang ET, Cahyati WH. Hubungan pemakaian alat
pelindung pernafasan dengan tingkat kapasistas vital paru. Unnes
Journal of Public Health. 2012; 1 (1): 12-7.
3. Hermanus MA. Occupational health and safety in mining–status, New
developments, and concerns. The Journal of the Southern African
Institute of Mining and Metalurgy. 2007; 107: 531-8.
4. Susanto AD. Pnemokoniosis: artikel pengembangan pendidikan keprofesian berkelanjutan. Journal of Indonesian Medical Association. 2011;
61: 503-10.
5. ILO [homepage in internet]. The prevention of occupational diseases.
World day for safety and health at work. 2013 [cited 2014 Dec 5].
Available from: http://www.ilo.org/safework/events/meetings/
WCMS_204594/lang—en/index.htm
6. Meita AC. Hubungan paparan debu dengan kapasitas vital paru pada
pekerja penyapu Pasar Johar Kota Semarang. Jurnal Kesehatan
Masyarakat. 2012; 1 (2): 654-62.
7. Susilowati IH, Syaaf RZ, Satrya C, Hendra, Baiduri. Pekerjaan, nonSholihah, Hanafi, Wanti, Bachri, Hadi, Analisis Sif Kerja, Masa Kerja, dan Budaya K3 dengan Fungsi Paru
Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 10, No. 1, Agustus 2015
28
Occupational Medicine. 2007; 36 (2): 299-306.
17. Sholihah Q. Melatonin lowers levels of SOD and number of inflammatory cells BAL wistar strain mice wearing mask PPE, sub acute exposed
by coal dust day and night. Journal Applied Environment Biological
Science. 2012; 2 (12): 652-7.
18. Raju AE, Hansi K, Sayaad R. A Study on pulmonary function tests in
coal mine workers in Khammam District India. International Journal
Physioter Respiratory Research. 2014; 2 (3): 502-6.
19. Siyoum K, Alemu K, Kifle M. Respiratory symptoms and associated factors among cement workers and civil servants in North Shoa, Oromia
Regional State, North West Ethiopia: Comarative Cross Sectional Study.
Journal Health Affairs. 2014; 2: 74-8.
20. Puspita CG. Paparan debu batubara terhadap gangguan faal paru pada
pekerja kontrak bagian coal handling PT. PJB Unit Pembangkit Paiton
[skripsi]. Jember: Bagian Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan
Keselamatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember;
2011.
21. Baharudin S, Roestam AW, Yunus F, Ikhsan M, Kekalih A. Analisis hasil
spirometri karyawan PT. X yang terpapar debu di area penambangan
dan pemrosesan nikel. Jakarta: Departemen Pilmonologi dan Ilmu kedokteran Respirasi Fakulta Kedokteran Universitas Indonesia; 2010.
22. Komendong DJWM, Ratu JAM, Kawatu PAT. Hubungan antara lama paparan dengan kapasitas paru tenaga kerja industri mebel di CV. Sinar
Mandiri Kota Bitung. Jurnal Kesmas Universitas Sam Ratulangi. 2012;
1 (1): 5-10.
23. Kurniawidjaja LM. Program perlindungan kesehatan respirasi di tempat
kerja manajemen risiko penyakit paru akibat kerja. Jurnal Respirologi
Indonesia. 2010; 30 (4); 217-29.
24. PT. Hasnur Riung Sinerga. Profil dan gambaran men power di PT.
Hasnur Riung Sinergi Site BRE. Rantau, Kalimantan Selatan: PT Hasnur
Riung Sinergi; 2014.
25. Sholihah Q, Ratna S, Laily K. Pajanan debu batubara dan gangguan pernafasan pada pekerja lapangan tambang batubara. Jurnal Kesehatan
Lingkungan. 2008; 4 (2): 291-311.
pekerjaan, dan psikologi sebagai penyebab kelelahan operator alat Berat
di industri pertambangan batubara. Kesmas: Jurnal Kesehatan
Masyarakat Nasional. 2013; 8 (2): 91-6.
8. Kaligis RSV, Sompie BF, Tjakra J, Walangitan DRO. Pengaruh implementasi program keselamatan dan kesehatan kerja (K3) terhadap produktivitas kerja. Jurnal Sipil Statik. 2013; 1 (3) : 219-25.
9. Siyoum K, Alemu K, Kifle M. Respiratory symptoms and associated factors among cement workers and civil servants In North Shoa, Oromia
regional state, North West Ethiopia: comarative cross sectional study.
Journal Health Affairs. 2014; 2 (4): 74 - 8.
10. Zheng H, Patel M, Hryniewicz K, Katz SD. Association of extended shift
work, vascular fuction and inflammatory markers in internal medicine
resident: a randomized control trial. JAMA. 2006; 296 (9): 1049-54.
11. Kandung RPB. Hubungan antara karakteristik pekerja dan pemakaian
alat pelindung pernapasan (masker) dengan kapasitas fungsi paru pada
pekerja wanita bagian pengempelasan di Industri Mebel “X” Wonogiri.
Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2013; 2 (1).
12. Putra DP, Rahmatullah P, Novitasari A. Hubungan usia, lama kerja, dan
kebiasaan merokok dengan fungsi paru pada juru parkir di Jalan
Pandanaran Semarang. Jurnal Kedokteran Muhammadiyah. 2012; 1 (3):
7-12.
13. Cahyana A. Faktor yang berhubungan dengan kejadian gangguan fungsi
paru pada pekerja tambang batubara PT. Indominco Mandiri
Kalimantan Timur Tahun 2012 [research article]. Makassar: Bagian
Kesehatan dan Keselamatan Kerja FKM Universitas Hasanuddin, 2012.
14. National Institute for Occupational Safety and Health . Coal mine dust
exposures and associated health outcomes. NIOSH [online]; 2011 [cited 2015 Jan 4]. Available from: www.cdc.gov/niosh/docs/2011-
172/pdfs/2011-172.pdf.
15. Hendryx M, Melissa M. Relations between health indicators and residential proximity to coal mining in West Virginia. American Journal of
Public Health. 2008; 98 (4): 668-71.
16. Mumuya SHD, Bratveit M, Mashalla YJ, Moen BE. Airflow limitation
among workers in a labour-intensive coal mine in Tanzania. Journal of

Jumat, 15 September 2017

ISMKMI sebagai Wadah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indoneisa


ISMKMI atau Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyrakat Indonesia adalah suatu IOMS (Ikatan Organisasi Mahasiswa Sejenis di tingkat nasional yang fungsinya menampung seluruh mahasiswa Kesehatan Masyrakat se-Indonesia, selain itu juga sebagai suatu sarana untuk bertukar pandang dan pikiran guna memecahkan persoalan-persoalan yang timbul didalam masyrakat dan dunia ilmiah, khususnya dalam pembangunan kesehatan nasional yang semakin kompleks di wilayah Negara Republik Indonesia sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam ilmu kesehatan masyarakat. Organisasi terbentuk untuk bertukar pandang dan pikiran seluruh mahasiswa kesehatan masyrakat di seluruh Indonesia. ISMKMI terbagi menjadi 4 wilayah. Wilayah tersebut diantaranya: Wilayah I yang mencakup seluruh perguruan tinggi sepulau Sumatera. Wilayah II mencakup perguruan-perguruan tinggi di provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, dan se-Kalimantan. Wilayah III mencakup seluruh perguruan tinggi yang berada di daerah Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat. Untuk wilayah IV mencakup seluruh perguruan tinggi yang berada di daerah Sulawesi, Ambon, dan Irian Jaya. Universitas Jenderal Soedirman sendiri termasuk ke dalam wilayah III sebagai anggota tetap. Tujuan Umum "Menjalin persatuan dan kesatuan antar Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat se-Indonesia dalam raangka pembinaan Mahasiswa Kesehatan Masyarakat se-Indonesia sebagai insan yang menghayati dan mengimplementasikan nilai-nilai yang terkandung dalam ilmu kesehatan masyarakat" sedangkan untuk tujuan khususnya diantaranya. Meningkatkan kepekaan dan peranan Senat mahasiswa Kesehatan Masyarakat dalam mengkritisi pembangunan nasional pada umumnya dan pembangunan kesehatan masyarakat pada khususnya dan Meningkatkan peran aktif dalam upaya promotif dan preventif demi mencapai masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat dan produktif.


Logo ISMKMI sendiri memiliki filosofinya. Segitiga sama sisi ialah segitiga epidemiologi, sisi warna ungu mengartikan pengabdian, warna dasar putih bermakna bersih dan suci. Lalu dapat kita lihat terdapat 3 buah bendera Indonesia yang mengelilingi Indonesia, artinya melambangkan anggota ISMKMI terdiri dari institusi Kesehatan Masyarakat dari Sabang sampai Merauke. Lalu di dalam ISMKMI ada tulisan yang berwarna-warni, bukan tanpa sebab tetapi dibalik warna-warni tersebut ada maknanya. Warna-warna tersebut melambangkan institusi-institusi pendiri dari Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia. Warna merah pada huruf I pertama yaitu almamater institusi pendiri dari Universitas Hasanudin, huruf S berwarna biru gelap yaitu almamater dari Universitas Diponegoro, huruf K berwarna biru gelap juga warna almamater dari Universitas Airlangga, untuk warna hijau pada huruf M dan I terakhir ialah almamater dari Universitas Sumatera Utara, sedangkan untuk warna kuning terakhir bukan dari almamater Universitas Jenderal Soedirman ya, tetapi warna dari almamater Universitas Indonesia. ISMKMI sendiri didirikan di Ujung Pandang, Makassar pada 24 Desember 1991 oleh 5 Institusi yang mewarnai nama dari logo ISMKMI.
Di ISMKMI kita dapat memperluas jaringan atau koneksi teman-teman seluruh mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia. Selain itu juga kita dapat mengembangkan softskills seperti layaknya di dalam organisasi pada umumnya, hanya saja yang membedakannya ialah dalam tingkatannya, di ISMKMI tingkatannya ada yang Wilayah adapula yang Nasional, untuk Wilayah, Universitas Jenderal Soedirman termasuk ke Wilayah III yang berarti bergabung dengan Institusi-Institusi lain yang termasuk ke dalam Wilayah III yang diantaranya ialah daerah Provinsi Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, se-pulau Bali, NTT, dan NTB. Untuk cakupan Nasional sendiri yaitu meliputi seluruh Mahasiswa Kesehatan Masyarakat yang ada di Indoneisa. Sebagai Mahasiswa, berorganisasi sangatlah penting. Apalagi jika bisa menjadi perwakilan Universitas Jenderal Soedirman di Forum Diskusi Nasional di Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia. Di dalam wadah ini pula kita dapat mengetahui isu-isu apa yang sedang terjadi tentang kesehatan di Nasional, seperti pada bulan Mei kemarin, sejumlah mahasiswa Kesehatan Masyarakat menggelar aksi untuk menolak WTPM atau World Tobacco Proccess and Machinery yang merupakan pameran mesin produksi rokok canggih dan inovasi-inovasi rokok terbaru. Tentu saja tindakan ini harus ditolak oleh mahasiswa Kesehatan Masyarakat, seperti yang sudah kita ketahui bahwa Indonesia merupakan penghisap rokok terbesar se-Asia Tenggara. Karena dengan diadakannya mesin rokok maka produksi rokok akan meningkat dan para buruh-buruh rokok yang masih menggunakan cara tradicional secara perlahan-lahan akan tergantikan oleh mesin tersebut. Serta jika rokok menjamur dengan cepatnya karena dengan produksi menggunakan mesin modern, tingkat perokok pun akan meningkat, mulai dari kalangan balita sampai ke dewasa yang mendekati usia tua. Kenapa disini saya sebagai penulis menyisipkan kata “balita”? Mungkin semuanya juga sudah mengetahui tentang balita yang sudah merokok, atau kita juga bisa menggunakan mesin pencarian Google Image terkait balita yang merokok, pasti akan muncul seorang balita yang sedang merokok. Maka dari itu sebagai Agent of Preventif, atau Mahasiswa Kesehatan Masyarakat, sangat penting aksi yang dilakukan oleh divisi di ISMKMI untuk melaksanakan sebagai bentuk penolakan keras terhadap mesin rokok yang akan hadir di Indonesia di beberapa tahun mendatang. Beralih ke topik lain, di ISMKMI pun selalu diadakannya Musyawarah, baik di tingkat Wilayah sampai ke tingkat Nasional. Nama ini biasanya disebut dengan Muskerwil atau Musyawarah Kerja Wilayah dan Musyawarah Nasional selain itu juga ada Rapat Kerja Wilayah dan Rapat Kerja Nasional pula. Mungkin hanya itu sebagian dari penjelasan ISMKMI lebih lengkapnya lagi bisa browsing atau bisa bertanya-tanya kepada Divisi Kelompok Kerja di Himpunan Mahasiswa Keluarga Besar Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman.


3 Pilar Tri Dharma Perguruan Tinggi

Perkenalkan nama saya Adji Nurrohman seorang mahasiswa baru jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan di Universitas Jenderal Soedirman. Kali ini saya akan posting mengenai Tri Dharma Perguruan Tinggi guna menyelesaikan tugas Basic Training of Public Health. Apa itu Tri Dharma Perguruan Tinggi? Tri Dharma Perguruan Tinggi merupakan salah salah satu visi dari seluruh perguruan tinggi di Indonesia. Untuk mencapai suatu tujuan diperlukannya visi dan misi, maka dari itu Tri Dharma Perguruan Tinggi hadir sebagai visi di setiap perguruan tinggi seluruh Indonesia. Melalui Tridharma, mahasiswa diharapkan mampu menjadi kaum intelektual yang bergagasan, berpikir kritis, dan bercita-cita membawa perubahan pada negeri tercinta kita ini ke arah yang lebih baik.
Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 pasal 1, disebutkan bahwa Tridharma  Perguruan Tinggi yang selanjutnya disebut Tridharma adalah kewajiban Perguruan Tinggi untuk menyelenggarakan Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian kepada masyarakat.
Maka dari itu di setiap kegiatan kampus selalu terselip kata-kata mengenai perguruan tinggi, sebagai calon ataupun mahasiswa baru perlu mengetahui apa itu yang dimaksud dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
1. Pendidikan
Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Pendidikan sering terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi juga memungkinkan secara otodidak. Pendidikan kata yang sudah tidak asing lagi bagi telinga orang Indonesia, karena dalam meraih suatu pengetahuan diperlukannya pendidikan. Sebelum memasuki ke dunia perguruan tinggi para siswa harus melewati fase-fase 3 Pendidikan terlebih dahulu, seperti Pendidikan di SD – SMA. Pendidikan adalah hal yang prioritas bagi negara untuk membangun mahasiswa yang cerdas dan berkualitas. Dengan adanya pendidikan didalam 3 pilar Tri Dharma Perguruan Tinggi, diharapkan untuk para mahasiswa menggali ilmunya serta potensi didalam dirinya untuk mengimplementasikan pendidikan yang ia dapat ke dalam kehiudpan sehari-hari.
2. Penelitian
Riset atau penelitian sering dideskripsikan sebagai suatu proses investigasi yang dilakukan dengan aktif, tekun, dan sistematis, yang bertujuan untuk menemukan, menginterpretasikan, dan merevisi fakta-fakta. Penyelidikan intelektual ini menghasilkan suatu pengetahuan yang lebih mendalam mengenai suatu peristiwa, tingkah laku, teori, dan hukum, serta membuka peluang bagi penerapan praktis dari pengetahuan tersebut. Sungguh tidak mungkin untuk mahasiswa datang menghadiri kuliah terus mengisi absensi dan mendengarkan materi kuliah dari dosen tanpa ada rasa pengetahuan untuk meneliti bahwa materi atau teori yang disampaikan oleh dosen itu benar terbukti. Untuk itulah adanya pilar penelitian atau sering disebut dengan riset yang diharapkannya setiap mahasiswa untuk melakukan penelitian agar ilmu yang didapatnya tidak hanya disimpan saja, lalu dengan dilakukannya penelitian bisa juga menjadi sebuah solusi dari pemecahan kasus di lingkungan sekitar masyarakat atau pun berguna ke ranah dunia pendidikan maupun ke masyrakat Internasional. Serta dalam hal ini setiap mahasiswa selalu di lombakan di ajang PIMNAS atau Pekan Ilmiah Mahasiswa  Nasional, di dalam ajang ini mahasiswa mempresentasikan hasil karya penelitiannya di ajang bergengsi se-Nasional. Suatu penelitian atau riset yang baik akan menghasilkan suatu Inovasi atau Produk baru yang langsung dipakai oleh industri serta berguna untuk lingkungan masyarakat, paten, dan di publikasi di jurnal Internasional. Begitu banyak manfaat yang akan didapat jika mahasiswa melakukan riset atau penelitian, diantaranya sebagai ajang untuk mengembangkan dirinya sendiri yang artinya bagi mahasiswa untuk mempraktekkan ilmu yang didapatnya guna untuk mengembangkan atau memperluas serta diharapkan mahasiswa untuk menjadi sosok yang berpikir kreatif serta inovatif. Selain itu dilakukannya penelitian sebagai ajang pengabdian kepada masyarakat  Penelitian merupakan cara bagi institusi pendidikan untuk mengabdi pada masyarakat dengan menganalisa dan memberikan solusi bagi masalah-masalah yang ada di masyarakat. Serta manfaat yang terakhir tentunya untuk menaikkan reputasi kampus tercintanya sendiri, dengan adanya mahasiswa melakukan penelitian dan mendapatkan prestasi akan menaikkan reputasi nama kampusnya, membuat para calon-calon mahasiswa baru tertarik akan kampus tersebut. nsur Tridharma kedua ini sangatlah penting. Perguruan tinggi tanpa adanya penelitian akan dianggap sebagai perguruan tinggi yang tidak produktif dan tertinggal.
3. Pengabdian Masyarakat
Menurut undang – undang tentang pendidikan tinggi, pengabdian kepada masyarakat adalah kegiatan sivitas akademika yang memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memajukan kesejahteraan masyarakat dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Karena mahasiswa merupakan perantara atau penghubung antara masyarakat dengan pemerintahan. Mahasiswa memiliki hak untuk menyampaikan aspirasi rakyat kepada pemerintah, mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintah yang dianggap tidak adil terhadap rakyat, dan membela kepentingan rakyat dengan menjunjung tinggi moral, etika, dan nilai-nilai luhur pendidikan. Di dalam pengabdian masyarakat pun dapat berupa sebuah sosialisasi, bakti sosial, mengajar ke sekolah-sekolah di pedesaan seperti Sekolah Binaan, serta acara-acara lain yang berguna untuk masyarakat. Di dalam kehidupan perkuliahan pun ada istilah yang namanya Kuliah Kerja Nyata atau yang sering disingkat dengan KKN, yang merupakan salah satu bentuk pengabdian ke masyarakat langsung oleh mahasiswa dengan pendekatan lintas keilmuan dan sektoral pada waktu dan daerah tertentu. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi di Indonesia telah mewajibkan setiap perguruan tinggi untuk melaksanakan KKN sebagai kegiatan intrakurikuler yang memadukan tri dharma perguruan tinggi yaitu: pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.  Pola pikir yang kritis diperlukan bagi mahasiswa untuk melakukan pengabdian masyarakat.
Dapat kita simpulkan bahwa ketiga unsur Tri Dharma Perguruan Tinggi saling berkaitan di dalam kehidupan mahasiswa. Mahasiswa datang menghadiri perkuliahan dan mendapat materi ataupun teori lalu dilakukannya penelitian yang akan berguna untuk ke dalam kehidupan sosial di masyarakat, ataupula ilmu dari pendidikan yang didapatnya di sebar ke lingkungan masyarakat melalui suatu kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN). Maka dari itu jika salah satu dari tiga pilar Tri Dharma Perguruan Tinggi hilang atau tidak dijalankan maka unsur-unsur lain mungkin juga tidak bisa berjalan dengan lancar.

Swafoto bersama 3 Panitia BTOPH

  KRONOLOGIS: Pada hari Selasa, 19 September 2017, di perjalanan menuju kampus kami tercinta (r: Kesehatan Masyarakat UNSOED), ke...